Ketika mulai ditinggalkan, ternyata kini konsep jamu menjadi tren dalam perkembangan produk pangan dan farmasi dunia.
Jamu merupakan warisan budaya Indonesia yang telah berkembang sejak lama di Indonesia. Formulasi jamu yang diracik, menunjukkan kehebatan pengetahuan nenek moyang Nusantara. Pada jaman dahulu, jamu memiliki posisi yang sangat penting dalam dunia pengobatan nusantara. Bahkan, posisinya bisa dianggap sejajar dengan ramuan-ramuan herbal Cina.
Sayangnya, seiring dengan tren perubahan gaya hidup dan pola makan, jamu mulai terpinggirkan. Mengonsumsi jamu sering dianggap kuno, dan tergantikan oleh obat dan suplemen modern. Lebih parahnya lagi, ada beberapa pihak tidak bertanggung jawab melakukan praktek pemalsuan (adulteration), yang menyebabkan “dunia” jamu menjadi agak terpuruk.
Beruntunglah, kemudian berbagai penelitian menunjukkan manfaat dan keuntungan dari penggunaan bahan alami. Hal ini juga terjadi dalam dunia pangan dan pengobatan, yang juga mulai memberikan perhatian besar terhadap ingridien-ingridien dari alam.
Ilmu pengetahuan modern kemudian mulai mengakui khasiat dari bahan-bahan yang digunakan. Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa ramuan jamu tersebut memberikan manfaat bagi kesehatan. Batubara, dkk (2012) melakukan evaluasi terhadap beberapa tanaman obat yang sering dijadikan sebagai bahan baku jamu di Indonesia. Hasilnya cukup menakjubkan, sebanyak 28 tanaman obat terbukti memiliki kemampuan menghambat aktivitas pencetus tumor TNF (Tumor Necrosis Factor). Dalam laporan yang diterbitkan oleh Research Journal of Medicinal Plant tersebut juga disebutkan kandungan komponen fenol yang bervariasi dari berbagai jenis tanaman obat di Indonesia. Walau tidak terdapat hubungan dengan aktivitas penghambatan TNF, tetapi komonen fenolik umumnya memiliki aktivitas antioksidan yang dapat menetralkan radikal bebas.
Sementara itu, penelitian lain dari Biofarmaka Research Center menunjukkan potensi kunyit dalam mengatasi penyakit diabetes mellitus, tifus, disentri, keputihan, dan lainnya. Rizoma ini merupakan bahan alami yang cukup sering digunakan sebagai bahan baku jamu, contohnya adalah kunyit asam.
Konsep jamu
Secara tradisional, jamu diolah menggunakan bahan dari alam, baik berupa herbal daun, akar, batang, buah, atau lainnya. Komponen yang terdapat pada bahan tersebutlah yang kemudian berkontribusi terhadap kesehatan.
Walau pada jaman dahulu belum terdapat metode penelitian yang mampu mengekstraksi atau membuktikan komponen bioaktif dalam tanaman obat, tetapi nenek moyang telah memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tinggi. Bahan-bahan yang terpilih ternyata memang terbukti mengandung komponen bioaktif dengan manfaat khusus bagi kesehatan. Misalnya pada jahe yang mengandung gingerol, atau temulawak dengan xanthorizol dan curcuminoid-nya.
Jadi sejak jaman dulu, jamu telah dikembangkan menggunakan bahan alami untuk menghasilkan produk yang menyehatkan. Konsep jamu ini sangat sesuai dengan tren yang berkembang saat ini, terutama untuk produk pangan dan farmasi. Sehingga kemudian berkembanglah istilah pangan fungsional. Komponen pangan fungsional yang telah ditetapkan oleh Badan POM RI (2005) banyak ditemukan pada bahan-bahan alami yang digunakan dalam jamu, diantaranya adalah serat pangan, prebiotik, isoflavon, fitosterol, fitostanol, polifenol, lesitin, dan lainnya.
Dalam artikel yang diterbitkan dalam majalah milik IFT (International Food Technologist), Sloan mengungkapkan masalah kesehatan yang saat ini menjadi perhatian konsumen dunia, diantaranya adalah diabetes, kelebihan berat badan, kolesterol tinggi, dan lainnya (lihat Gambar 1). Nah, berbagai penelitian menunjukkan bahwa bahan alami yang dikandung jamu memiliki potensi untuk mengatasi hal tersebut.
Biofarmaka Research Center menunjukkan potensi kumis kucing (Orthosiphon aristatus) sebagai anti diabetes . Sementara itu, polifenol yang banyak terdapat pada herbal seperti teh dapat membantu menekan overweight (Meydani dan Syeda, 2010). Begitupun dengan berbagai permasalahan kesehatan lain seperti penyakit kardiovaskuler, kanker, daya ingat, serta sistem imun.
Inovasi jamu
Namun demikian untuk menembus pasar internasional, jamu harus memenuhi tuntutan lain dari konsumen dunia, yakni keamanan dan kepraktisan. Keamanan meliputi penerapan prinsip-prinsip penanganan dan pengolahan yang baik, mulai dari bahan baku, pengolahan, pengemasan, distribusi, hingga penyajian.
Beruntunglah, beberapa industri nasional mampu melihat potensi dan peluang yang ada. Sehingga saat ini di pasaran dapat ditemukan beberapa produk jamu yang diproduksi dengan sistem jaminan mutu modern, seperti HACCP dan ISO 22000. Selain itu pengemasannya juga cukup menarik, yakni menggunakan kemasan karton atau flexible packaging. Tidak hanya menarik, jamu juga menjadi ready to drink (RTD) atau ready to serve, menjadi lebih praktis. Penyajikan jamu secara praktis sangat sesuai dengan konsumen yang memiliki tingkat kesibukan tinggi.
Inovasi lain dilakukan oleh industri ingridien Nasional. Mereka melakukan ekstraksi, bahkan purifikasi komponen bioaktif. Tujuannya adalah menjadikan komponen tersebut sebagai ingridien fungsional bagi industri pangan atau farmasi. Bahkan beberapa industri ingridien tersebut telah mampu mengekspor produknya ke pasar internasional, sebut saja Javaplant, Haldin, dan juga Indesso.
Ke depannya inovasi harus terus dilakukan. Tidak hanya dari segi kemasan dan produk, tetap juga perlu mengeksplorasi manfaat dari jamu. Penelitian dan kerja sama antara pihak terkait akan sangat mendukung kesuksesan jamu secara global. @hendryfri
Daftar Pustaka
Biofarmaka Research Center. -. Kunyit. http:/biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection/564-herbal-plants-collection-kunyit, diunduh pada 9 September 2014.
Biofarmaka Research Center. -. Manfaat Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus). http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-article/789-benefit-of-java-tea-orthosiphon-aristatus-2014,diunduh pada 9 September 2014.
Batubara, I., S.Kotsuka, K. Yamauchi, H. Kuspradini, T. Mitsunaga, dan L.K.Darusman. 2012. TNF-α Production Inhibitory Activity, Phenolic, Flavonoid and Tannin Contents of Selected Indonesian Medicinal Plants. Research Journal of Medicinal Plant, 6:406-415 url: http:/scialert.net/abstract/?doi=rjmp.2012.406.415, diunduh pada 9 September 2014.
Meydani, M. dan Syeda T. Hasan. 2010. Review: Dietary Polyphenols and Obesity. Nutrients 2010, 2, 737-751; doi:10.3390/nu2070737
Sloan, Elizabeth A. 2010. Top 10 Functional Food Trends. http://www.ift.org/food-technology/past-issues/2012/april/features/top-10-functional-food-trends.aspx?page=viewall, diunduh pada 9 September 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar