Indonesia saat ini menjadi salah satu pemasok bahan baku minyak atsiri di dunia. Bahkan Indonesia mampu memasok 90% bahan baku minyak atsiri jenis nilam yang biasa digunakan untuk membuat parfum.
Minyak atsiri merupakan bahan baku untuk memproduksi parfum yang berfungsi sebagai bahan pengikat (fixatif) dalam pembuatan parfum dan produk perasa makanan, pewangi dan lain-lain.
Namun sayangnya sumber bahan baku berlimpah itu belum dimaksimalkan oleh para pelaku industri pengolahan parfum di dalam negeri. Indonesia hanya mampu mengekspor bahan baku minyak atsiri dengan lebih banyak mengimpor barang jadinya salah satunya parfum.
Hingga saat ini tidak ada satupun produsen parfum di Indonesia yang mampu memproduksi parfum dengan kualitas baik. Walhasil Indonesia menjadi salah salah satu pengimpor parfum dan produk turunan minyak atsiri.
"Sampai saat ini Indonesia memasok minyak nilam sekitar 90% kebutuhan dunia atau 1600 ton per tahun. Sekitar 40 jenis minyak atsiri dapat dihasilkan dari Indonesia," kata Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Departemen Perindustrian Fauzi Aziz dalam acara seminar Internasional minyak atsiri, Senin (26/10/2009).
Dikatakannya Fauzi dari 40 jenis atsiri yang tersedia hanya 12 jenis saja yang memenuhi standar kualitas ekspor seperti minyak minyak kayu manis, minyak akar wangi, minyak cendana, minyak kemukus, minyak nilam, minyak kenanga, minyak pala, minyak cengkeh, minyak kayu putih.
Hingga saat ini total kapasitas produksi minyak atsiri Indonesia bisa mencapai 5.000 hingga 6.000 ton per tahun dengan jumlah pelaku usaha mencapai 3.000 usaha.
Untuk mengembangkan sektor industri minyak atsiri ini, pemerintah sendiri akan menggunakan pola pengembangan kluster industri dengan pendekatan one village one product yaitu menciptakan keunggulan produk masing-masing wilayah.
Berdasarkan data Dewan Atsiri Indonesia, jumlah impor produk hilir minyak atsiri dalam bentuk parfum dan perasa makanan oleh Indonesia pada tahun 2008 sebesar US$ 401 juta sedangkan ekspornya hanya US$ 103 juta, alias defisit tiga sampai empat kali lipat dari ekspor.
Sedangkan pada tahun 2004 lalu nilai impor parfum dan perasa/pewangi mencapai US$ 289 juta sedangkan ekspornya (Bahan baku) hanya US$ 70 juta saja.
sumber
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar